Air bersih yang digunakan sebagai bahan baku air minum yang ideal seharusnya jernih, tidak berwarna, tidak berasa, tidak berbau, tidak mengandung bahan kimia berbahaya dan beracun, dan tidak ada kuman penyakit ( patogen ). Dampak positif kualitas air bersih yaitu memberikan rasa aman, nyaman dan sehat, sedangkan dampak negatif dari kualitas air yang tidak memenuhi syarat kesehatan yaitu mengakibatkan kelainan fungsi ginjal, penyakit diare dan tipoid, Air bersih yang didapatkan dari tanah dangkal lebih banyak terdapat bakteri, semakin banyak lokasi sumber air yang berasal dari tanah dangkal yang dimanfaatkan untuk bahan baku air bersih dan air minum, semakin banyak pula lokasi sumber air yang ditemukan banyak mengandung bakteri ( Penyehatan air dalam penanggulangan KLB, Depkes RI, 1996 )
Untuk mengetahui tingkat keberhasilan proses disinfeksi pada upaya menurunkan jumlah bakteri dalam air bersih, dilakukan uji pemeriksaan laboratorium dengan menggunakan indikator kolitinja. Adapun metoda yang paling sering digunakan yaitu metoda Perkiraan Jumlah Kuman Terdekat (JPT)/Most Porbable Number (MPN) tabung ganda 3 x 3. ( Depkes RI, 1993).
Berdasarkan Permenkes nomor : 416 tahun 1990, tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air adalah dalam air minum tidak boleh ada bakteri koliform dan kolitinja, dengan kata lain, jumlah koliform dan kolitinja adalah 0 /100 ml air. Namun pada tahun 2002 telah terbit Keputusan Menteri Kesehatan R I nomor : 907/Menkes/SK/VII/2002, temtang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum, dipersyaratkan bahwa kolitinja atau Escherichia coli atau Fecal coli jumlah per 100 ml sampel adalah 0 ( Kepmenkes no 907, 2002 ).
Senin, 27 Juli 2009
DAMPAK KUALITAS FISIKA, KIMIA, DAN BAKTERIOLOGI AIR MINUM TERHADAP KESEHATAN MASYARAKAT
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar